Senin, 04 Maret 2019

Maafkan semua yang telah terjadi, semua akan berlalu

Resensi Buku :
Judul : Anak Rantau
Penulis : Ahmd Fuadi
Penerbit : PT. Falcon
Cetakan : Pertama, Juli 2017
Tebal : 382 halaman
ISBN : 978-602-60514-9-3
Peresensi : @hamsiah.h


Buku ini ditulis Ahmad Puadi, penulis yang sebelumnya telah melahirkan buku Best Seller “Trilogi 5 Menara” yaitu negeri 5 menara, Ranah 3 Warna, Rantau 1 Muara. Sebaimana buku sebelumnya karya Ahmad fuadi kali ini juga sukses menarik minat pembaca untuk memilikinya. Maka tidak salah jika kemudian buku anak rantau ini banyak diminati.

Dalam buku ini Ahmad Fuadi berhasil mengajak para pembaca terhanyut dari kisah yang ditulisnya, antara hubungan rantau-kampung, luka-obat, dendam-rindu, serta kekuatan memaafkan dan melupakan.

Lewat buku ini secara tidak langsung, Ahmad Fuadi juga mengkisahkan adat istiadat minang kabau, pendidikan dengan sistem kembali ke surau.
Dahulu sekali, anak-anak laki-laki minang, menuntut ilmu tidak hanya disekolah, pulang sekolah mereka ke surau untuk menuntut ilmu agama, dan menginap bersama teman-teman sebaya. Pulang kerumah hanya sekedar untuk makan. Cara ini terbukti banyak para cendikiawan yang lahir dari ranah minang tercinta. Sebut saja M. Hatta seorang pejuang Republik Indonesia, Letnan Kolonel Ahmad Husein. Buya Hamka seorang penulis yang karyanya masih hidup sampai saat ini. Dan masih banyak lagi.

Selama proses belajar di surau, Malam hari nya mereka dilatih seni bela diri khas minang yaitu Silek
Kisah bermula, ketika kehidupan Hepi seorang anak Jakarta berketurunan Minang. Yang terpaksa dititipkan oleh ayahnya ke kampung halaman guna menghindari pengaruh pergaulan hidup diperkotaan. Maklum saja ketika itu martiaz ayah nya hepi adalah seorang singgel parens  yang harus mengurus hepi beserta kakaknya, juga mengurus usahanya dibidang percetakan yang super sibuk sehingga waktu untuk merawat hepi agak tersita.
Khawatir dengan perkembangan hepi, ayah mengajak Pulang ke kekampung menghabiskan waktu liburan, tentunya menjadi momen setiap anak usia hepi  melepaskan hiruk pikuk dikota namun siapa sangaka sang ayah tanpa kompromi menitipkan hepi sementara tinggal di kampung bersama kakek dan nenek.

Memon ini menjadi pertanyaan besar bagi hepi
Kenapa saya ditinggalkan, apakah ayah tidak sayang kepada saya???
Pertanyaan ini selalu menjadi dendam bagi hepi,
Dendam yang ia sendiri juga tidak mengerti,,yang jelas dia berusaha keras mengumpulkan uang untuk membeli tiket agar bisa kembali ke Jakarta.
Konflik ini akan mengiringi pembaca dalam judul Anak Rantau ini.
Hepi adalah sosok anak laki-laki yang hebat, namun diawal membuat dia kesulitan menyesuaikan suana dipesedaan, untungnya ada sahabat yang selalu menjadi teman dan tim yang solid bagu hepi, Attar dan Zen.

Bagian yang paling membuat pembaca hanyut dalam cerita ini adalah ketika hepi nekat dengan ide nya untuk pergi kerumah tua, untuk minta bantuan agar bisa diajari mencetak uang, agar bisa membeli tiket buat pulang ke Jakarta. yang oleh masyarakat tidak ada yang berani memasuki rumah tua tersebut. Karena terlihat angker dan misterius yang dihuni oleh Paduka Lamo. juga telah dibumbui oleh gosip-gosip masyarakat yang tidak baik terhadap menghuni rumah tua tersebut.
Hepi dengan keberaniannya dan rasa penasarannya mengajak Attar dan Zen membuat sebuah misi untuk masuk kerumah  yang disebut warga angker itu.

Dipertemuan awal hepi dengan sang kakek bernama Paduka Lamo, masih dengan suasana tegang. Kakek yang selama ini diasingkan oleh warga dan sering dijadikan kambing hitam jika ada kerusuhan warga. Pertemuan pertama hepi tidak memperoleh jawaban dari maksud ia datang ke rumah tua tersebut.

Setelah pertemuan ketiga hepi memberani kan diri megutarakan maksud dan tujuannya bertemu kakek Paduka Lamo, yakni ingin mengetahui bagaimana cara mencetak uang.
Namun apa yang didapati hepi??
Sang kakek membawa hepi kesebuah ruangan rahasia. Disana kakek menunjukkan kepada hepi bahwa disinilah mesin pencetak uang yang ia miliki. Diruangan itu kakek menunjukkan kepada hepi sebuah mesin ketik dan rak rak buku banyak.
Ternyata sang kakek adalah seorang penulis, yang menghasilkan banyak karya lewat tanggannya.
Dari sang kakek inilah hepi banyak mempelajari ilmu spritual
Seperti dikutip dalam halaman pada buku ini

“Bagaimana sedih dan merasa terbuang itu melemahkan, bagaimana terlalu berharap kepada manusia dan makhluk itu mengecewakan. Jadi kalu merasa ditinggalkan, jangan sedih. Kita akan selalu ditemani dan ditemukan oleh yang lebih penting dari semua ini. Jagan takut sewaktu menjadi orang terbuang. Takutlah pada kita yang membuang waktu.  (Hal 255)
Kalaulah kita mengambil makna dari kalimat diatas, sungguh suatu makna yang sangat dalam, dibuang dan ditinggalkan itu sangatlah menyedihkan, namun yakinlah semuanya akan berubah akan datang dimana semua kesedihan akan berlalu.

Freud dalam buku Jangan Lupa Bahagia mengatakan “suatu hari, ketika kita mengingat masa lalu, tahun-tahun yang penuh jerih payah akan berubah menjadi tahun-tahun yang paling indah”.
Kita memang tidak bisa mengubah masa lalu, namun masa depan kita masih punya kesempatan untuk diperbaiki Merdekakan jiwa, merdekakan fikiran, dari penjajahan pribadi yang kita buat sendiri-sendiri, dari amarah dan dendam
Maafkan, maafkan, maafkan
Lalu lupakan.

Membaca novel ini, kita akan dihadapkan pada petualangan hepi yang berani, cerdas.
Kecerdasannya patut diacungi jempol meski hepi dibesarkan tanpa sosok seorang ibu dalam hidupnya. Novel ini menggagas tentang kegigihan yang dipadukan dengan kisah persahabatan, melepaskan dendam, meaafkan, serta kerinduan. Membuat kita seperti melihat langsung dalam kehidupan sehari-hari.
Hanya saja dibagian awal novel ini agak sedikit membosankan, karena alur masih susah untuk dimengarti. Baru setelah beberapa bab alur cerita mulai kelihatan.
Namu terlepas dari seua kekurangan, novel ini banyak mengajarkan untuk tidak memiliki dendam, karena dendam akan melukai diri sendiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar